Selasa, 01 Desember 2015

Mengkalkulasikan Kembali Waktu Luang



Sudah seminggu lebih, atau barangkali semenjak 2 bulan yang lalu aku merasa jenuh. Sungguh jenuh dengan rutinitas yang itu-itu saja dengan bumbu yang dikurangi dan sedikit ditambahi porsinya. Selalu ada alibi untuk pulang ke kos diatas jam 9 malam ditambah dengan muka kuyu laiknya orang kurang istirahat. Tidur, berkisar pada jam 11 lebih, karena scroll lini masa atau sibuk nonton film berbau psiko, 1/27 items dari film ku adalah film menye-menye. Masih 27 item, jelas kekurangan film karena laptop ku sedang kecolongan ide. Siapapun yang berkenan memberikan film akan saya terima dengan tangan terbuka, (halaaah).  Oke, kembali ke penghitungan waktu luang. Pertama, waktu pagi cukup banyak. Kalau manusia umum bangun pada pukul 5 pagi dan kuliah pukul 9 jelas sekali ada selisih waktu 4 jam. Normalnya waktu 4 jam cukup untuk persiapan menanak nasi selama 15 menit, nonton film 1 jam, baca buku 2 jam, mandi dan siap-siap segala macamnya hanya butuh 45 menit. Dan itu jam 9 sudah sampai kampus. Sayangnya bagiku tidak, jam bangun pagiku acak amburadul, sesuka hati. Kadang jam 3 dini hari, kadang jam 5, dan yang lebih sering adalah kisaran jam 7. Harusnya cukup untuk membaca buku barang 5 lembar. Tapi itu amat jarang terjadi, tangan kecil ini hampir memenuhi layar sentuh selama 1 jam 30 menit, mandi dan lainnya hanya cukup 30 menit, berangkat ke kampusnya kelabakan.
Padahal didinding kamar sudah ditulis gede-gede ‘Gausah mandi lama-lama, dan gausah kebanyakan mikirin orang lain’, tapi yang namanya otak ini lebih banyak ngeyel nya. Sarapan tidak jadi pada pagi  malah cenderung siang hari, padahal dari analogi babe, tubuh manusia itu kayak motor, atau kendaraan mesin lainnya yang setiap pagi perlu dipanasin, perlu diisi bahan bakar agar otaknya gak ngadat di tengah jalan. Dan padahalnya lagi, bahan logistik pagi kayak kacang hijau, telur, susu, dan madu udah terpajang rapi dekat magic com. Memang dasar aku bandel.
Alhasil, jam makan dialihkan pada jam 11 setelah kelas pertama selesai. God, tentunya udah keroncongan berat, group anakonda udah menggeliat liar dalam usus. Waktu jeda kelas pertama menuju kelas kedua rata-rata diatas 2 jam. Mari kita hitung kembali waktu 2 jam itu. 1 jam untuk bikin draft tugas atau baca informasi atau untuk baca buku yang terkait dengan tugas, itung-itung biar tidak writing’s block[1], 1 jam sisanya bisa digunakan untuk ibadah dan makan. Tapi, tidak bisa dipungkiri karena kita makhluk sosial yang butuh ngobrol sama manusia lainnya, jadi gak mungkin dong kalau secara apatis aku harus saklek dengan hitungan, alhasil 1 jam baca buku dialokasikan pada acara ngobrol. Wasting time? Enggak juga sih, aku juga butuh ketawa soalnya.
Kelas kedua mayoritas dimulai pada pukul 13.00 sampai 15.00, biasanya. Nah setelah itu mau kemana? Pas ditanya gitu bingung. Aku juga gak seberapa hafal lebih sering mana aku langsung balik ke kost atau menuju perpus atau malah kebanyakan ngobrol lagi. Sungguh aku belum menghitung secara pasti. Kelemahanku adalah setelah pulang kuliah. Banyak waktu longgar yang sebenarnya bisa digunakan untuk ngerjain tugas, tapi lagi-lagi otak bebalku memaksa kaki untuk lebih senang keluyuran dibandingkan dengan duduk santai sambil membaca buku dan menyeruput air es. Membicarakan air es, tenggorokanku menjadi semakin kering. Lalu setelah jam 6 biasanya balik ke kost, makan, ibadah dan kembali lagi scroll hp. Sungguh serasa hidup sedang diperbudak dengan teknologi. (Jangan salahkan saya, karena ini adalah pandangan subjektiv saja). Acara scroll hp berlangsung sampai larut malam, dan aku lupa kewajiban utamaku untuk menyiapkan amunisi. Dari sekitar jam 6 petang sampai ukurlah badan manusia bisa bertahan sampai jam 11 malam, maka sepanjang malam itu aku hanya meenghabiskan dengan memegang benda yang hanya selebar permukaan tangan. How pity I am? . ada 5 jam bersih yang sengaja ku buang secara sia-sia. Kalau seandainya sejam bisa merampungkan edit 1 tulisan, maka akan ada 1 naskah selesai edit dan draft tugas sepanjang 10 halaman.
Ini sudah menjelang akhir November, menjelang Desember, penghujung tahun dan penghujung semester. Dan aku terlambat menyadari bahwa aku harus segera berlari memaksakan tubuh untuk memasuki nafsu secepat 120 km/h. Aku merasa setiap kali laporan mingguan mengeluhkan kurangnya waktu bacaku. So, dengan aku menulis seperti aku mengetahui celah dan jam bocor yang perlu ditambal sedemikian rupa. Dalam waktu 2 minggu, sebanyak 1 full paper perihal limbah harus segera selesai sebelum menuju minggu tenang yang akan dilangsungkan pada pertengahan Desember. 2 tulisan berita yang butuh reportase, dan entah berapa tulisan lagi yang bertujuan untuk menjabarkan mind map yang telah aku upload tempo hari. Dan aku hanya berharap saja di akhir-akhir nanti, tubuhku tidak peretel (terlepas dari sendinya) karena dipaksa untuk memenuhi kecepatan yang hampir mencapai batas maksimal. Dan kemudian tulisan akan kelar sebagai persembahan terbaik pada penutup semester ini.
Terimakasih kepada abangku tercinta yang diam-diam hanya mendoakan dalam diam walau jarak tinggal kita hanya terpaut sekitar 15km, pertemuan sejam yang berkualitas telah memaksaku untuk mengkalkulasi kembali waktu luangku, gara-gara mempertanyakan jam kuliah. Harapanku akan selalu sama, aku tidak mau untuk rehat menulis apalagi rehat membaca. Dan aku telah memilih opsi pertamamu, dan memang ternyata aku harus lebih pandai untuk memanage waktu 24 jam untuk kegiatan yang sedemikian rupa. Inilah jawabanku atas saranmu tentang kamacetan pikiranku yang terjadi setiap waktu. Semoga kita tidak mengecewakan Tuhan, mengecewakan waktu, dan mengecewakan diri sendiri dengan perilaku yang kita perbuat. Terimakasih J

-K-15112015




[1] Kemampetan ide dalam menulis. Sudah tidak mampu merangkai kata. Alias jenuh untuk menulis, dan tentunya tidak ada gairah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan dari Jakarta

Perjalanan menuju gedung ANRI Dalam rangka kuliah lapangan, kami sekelas bersepakat mengunjungi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI...