Kamis, 11 Agustus 2016

Gadis Kecil dan Le Petit Prince



via europeonscreen


Hallo, apakabar? Semoga senantiasa sehat. Adakah komentar untuk beberapa postingan cerita akhir-akhir ini? Kalau tidak, saya ingin minta maaf saja. Beberapa tulisan agak aneh karena sedang dalam misi perenungan (>0<). Hari ini saya ingin bercerita lagi tentang sebuah film anak-anak.
Finally, belum banyak yang saya lakukan setelah kembali ke Yogyakarta. Sudah hampir sebulan di sini. Dan ketika teman-teman bertanya mengapa balik cepat, atau sudah kemana saja, saya kelimpungan untuk menjawabnya.
Ah, beberapa hari ini hibernasi, beberapa hari yang lalu bergumul dengan tumpukan buku-buku, dan beberapa hari yang lalu bertemu dengan dosen untuk konsultasi mata kuliah pilihan, dan tak lupa bertemu dengan teman-teman untuk sekadar ngomong a-m. Benarkan? belum banyak yang saya lakukan di luar ruangan. Tidak seperti sebelumnya, yang keluyuran  hingga jarak ratusan kilometer. Saya kira lebih baik begini, berkelana didalam sebuah ruangan yang penuh imajinasi.
Sepertinya, saya harus mulai mengkoleksi film kartun semacam The Lorax, Sherman (saya lupa judulnya, sehingga mencatut nama tokoh utamanya saja), Zootopia, Inside Out, atau The Little Price. Alasannya sederhana saja, dunia anak-anak penuh dengan imajinasi. Hal yang tak banyak dipikirkan orang menjelang dewasa (maaf, me-generalisir), karena impuls dalam otak otomatis mengerjakan hal yang telah menjadi rutinitas. Seperti saya saat ini, mengetik di depan komputer jinjing dan mendengarkan selusin lagu. The Little Prince adala film kartun yang baru saja selesai saya tonton. Seorang rekan merekomendasikan buku dengan judul itu.
Belum sampai bertemu dengan bentuk fisik bukunya, mata saya sudah tertumbuk pada file data disk rekan yang lain. Filenya berupa film yang diproduksi pada 2015. Film ini diadaptasi dari sebuah novel berjudul Le Petit Prince yang ditulis oleh Antoine de Saint-Exupery dan diterbitkan pada 1943. Dalam film, pangeran kecil merupakan perwujudan imajinasi seorang penerbang yang kini sudah berumur. Ia tinggal sedirian di dalam rumah yang designnya berbeda dengan rumah lainnya. Halaman belakang rumah, dimanfaatkan sebagai hanggar terbuka.
Suatu hari, ada tetangga baru yang menghuni rumah di sebelah kediaman penerbang tua itu. Seorang ibu, dan seorang gadis kecil yang akan memasuki tahun pertama di Werth Academie, sebuah sekolah prestisius di kota kediamannya. Tersisa 54 hari libur untuk mempersiapkan diri memasuki sekolah baru. Penerbang tua membutuhkan teman untuk diajak berbagi cerita, dan gadis kecil itu datang pada waktu yang tepat. Potongan cerita pertama berupa lipatan kertas berbentuk pesawat mainan. Hari keduanya, ia datang pada penerbang tua untuk memastikan kebenaran tentang pangeran kecil. Selanjutnya, hari-hari gadis kecil itu mulai berwarna dari hitam-putihnya blok perumahan dan hidupnya yang serba tergantung dengan papan jadwal, serta kepatuhannya terhadap detik jam. Pada hari ke-55, bebarengan dengan hari pertama masuk sekolah, gadi itu menyelesaikan misi dan menggenapkan warna harinya.
Lalu siapakah yang menjadi tokoh utama dalam film? meskipun judulnya adalah The Little Prince, saya rasa pangeran kecil bukanlah tokoh utamanya. Melainkan gadis kecil yang bisa diibaratkan sebagai pembaca hasil imajinasi penerbang tua. Ia mengetahui jalan pikiran penerbang tua, dan ia bisa menjalankan misi bertemu dengan pangeran kecil dan menjelajah berbagai planet untuk mendapatkan warna hari-harinya. Penerbang tua hanyalah perantara antara dunia serba hitam-putih yang ditempati gadis kecil saat ini dengan dunia imajinasi yang telah menggenapi warna harinya.
“Kau menjalani resiko dengan sedikit airmata, jika kau biarkan dirimu dijinakkan.”
Wishing you a day full of joyfull moments.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan dari Jakarta

Perjalanan menuju gedung ANRI Dalam rangka kuliah lapangan, kami sekelas bersepakat mengunjungi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI...