via europeonscreen |
Hallo, apakabar? Semoga senantiasa sehat. Adakah
komentar untuk beberapa postingan cerita akhir-akhir ini? Kalau tidak, saya
ingin minta maaf saja. Beberapa tulisan agak aneh karena sedang dalam misi
perenungan (>0<). Hari ini saya ingin bercerita lagi tentang sebuah film
anak-anak.
Finally, belum banyak yang saya lakukan setelah
kembali ke Yogyakarta. Sudah hampir sebulan di sini. Dan ketika teman-teman
bertanya mengapa balik cepat, atau sudah kemana saja, saya kelimpungan untuk
menjawabnya.
Ah, beberapa hari ini hibernasi, beberapa hari yang lalu bergumul dengan tumpukan buku-buku, dan beberapa hari yang lalu bertemu dengan dosen untuk konsultasi mata kuliah pilihan, dan tak lupa bertemu dengan teman-teman untuk sekadar ngomong a-m. Benarkan? belum banyak yang saya lakukan di luar ruangan. Tidak seperti sebelumnya, yang keluyuran hingga jarak ratusan kilometer. Saya kira lebih baik begini, berkelana didalam sebuah ruangan yang penuh imajinasi.
Ah, beberapa hari ini hibernasi, beberapa hari yang lalu bergumul dengan tumpukan buku-buku, dan beberapa hari yang lalu bertemu dengan dosen untuk konsultasi mata kuliah pilihan, dan tak lupa bertemu dengan teman-teman untuk sekadar ngomong a-m. Benarkan? belum banyak yang saya lakukan di luar ruangan. Tidak seperti sebelumnya, yang keluyuran hingga jarak ratusan kilometer. Saya kira lebih baik begini, berkelana didalam sebuah ruangan yang penuh imajinasi.
Sepertinya, saya harus mulai mengkoleksi film
kartun semacam The Lorax, Sherman (saya
lupa judulnya, sehingga mencatut nama tokoh utamanya saja), Zootopia, Inside Out, atau The Little Price. Alasannya sederhana
saja, dunia anak-anak penuh dengan imajinasi. Hal yang tak banyak dipikirkan
orang menjelang dewasa (maaf, me-generalisir), karena impuls dalam otak
otomatis mengerjakan hal yang telah menjadi rutinitas. Seperti saya saat ini,
mengetik di depan komputer jinjing dan mendengarkan selusin lagu. The Little Prince adala film kartun yang
baru saja selesai saya tonton. Seorang rekan merekomendasikan buku dengan judul
itu.
Belum sampai bertemu dengan bentuk fisik
bukunya, mata saya sudah tertumbuk pada file data disk rekan yang lain. Filenya
berupa film yang diproduksi pada 2015. Film ini diadaptasi dari sebuah novel
berjudul Le Petit Prince yang ditulis
oleh Antoine de Saint-Exupery dan diterbitkan pada 1943. Dalam film, pangeran kecil merupakan perwujudan
imajinasi seorang penerbang yang kini sudah berumur. Ia tinggal sedirian di
dalam rumah yang designnya berbeda dengan rumah lainnya. Halaman belakang
rumah, dimanfaatkan sebagai hanggar terbuka.
Suatu hari, ada tetangga baru yang menghuni
rumah di sebelah kediaman penerbang tua itu. Seorang ibu, dan seorang gadis
kecil yang akan memasuki tahun pertama di Werth
Academie, sebuah sekolah prestisius di kota kediamannya. Tersisa 54 hari
libur untuk mempersiapkan diri memasuki sekolah baru. Penerbang tua membutuhkan
teman untuk diajak berbagi cerita, dan gadis kecil itu datang pada waktu yang
tepat. Potongan cerita pertama berupa lipatan kertas berbentuk pesawat mainan. Hari
keduanya, ia datang pada penerbang tua untuk memastikan kebenaran tentang
pangeran kecil. Selanjutnya, hari-hari gadis kecil itu mulai berwarna dari
hitam-putihnya blok perumahan dan hidupnya yang serba tergantung dengan papan
jadwal, serta kepatuhannya terhadap detik jam. Pada hari ke-55, bebarengan
dengan hari pertama masuk sekolah, gadi itu menyelesaikan misi dan menggenapkan
warna harinya.
Lalu siapakah yang menjadi tokoh utama dalam
film? meskipun judulnya adalah The Little
Prince, saya rasa pangeran kecil bukanlah tokoh utamanya. Melainkan gadis
kecil yang bisa diibaratkan sebagai pembaca hasil imajinasi penerbang tua. Ia
mengetahui jalan pikiran penerbang tua, dan ia bisa menjalankan misi bertemu
dengan pangeran kecil dan menjelajah berbagai planet untuk mendapatkan warna
hari-harinya. Penerbang tua hanyalah perantara antara dunia serba hitam-putih
yang ditempati gadis kecil saat ini dengan dunia imajinasi yang telah
menggenapi warna harinya.
“Kau menjalani resiko dengan sedikit airmata,
jika kau biarkan dirimu dijinakkan.”
Wishing you a day full of joyfull moments.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar