Saya
cuma mau sekadar cerita tentang senja, untuk mengurangi sakit kepala yang tak
jelas mulanya. Saya tidak bisa saban hari ketemu langit sore. Bisa karena
terkungkung dalam ruangan, bisa juga karena mendung ataupun hujan. Syukur,
hampir seminggu terakhir sering berada di luar ruangan dan langit bisa
berkompromi dengan bumi. Jadi saya bisa menikmati senja dengan cuma-cuma.
Ada
beberapa alasan yang membuat saya menyukai senja. Saya akan coba
menguraikannya. Senja itu penanda dari alam kalau sudah waktunya pulang, tak
jarang kita menjumpai hewan-hewan unggas, serangga yang pulang ke peraduannya
ketika senja datang. Begitu pula dengan manusia bukan? Bagiku juga, senja adalah pulang. Penanda alami
sejak kecil ketika main dengan teman-teman di lapangan, untuk segera pulang ke
rumah sebelum sendal melayang ke belakang betis kaki.
Semakin bertambah usia, saya tidak bisa
diam-diam mengagumi senja. Alasannya baru saya temukan beberapa menit yang
lalu. Gradasi warna lazuardi yang dibatasi sebagian awan berwarna
lembayung itu sendu menghangatkan. Tidak
menyilaukan seperti matahari yang lagi ramah ketika langit cerah. Entah ada
relasi apa antara melihat langit sore dengan perubahan emosi. Tapi saya rasa
itu dopamin secara tidak langsung untuk menetralkan perasaan suka yang
meluap-luap, maupun sedih campur jengkel. Seperti perasaan saya hari ini yang
kejebak macet karena salah milih jam pulang yang bebarengan jam pulang kantor.
Ah,
tentang gradasi saya baru dapat info bagaimana hal itu bisa terjadi. Jadi gini,
spektrum warna pembentuknya berbeda level. Ketika siang hari pancaran spektrum
warna di atmosfer akan didominasi oleh warna-warna yang kuat, misalnya biru dan
sedikit ungu. Sedangkan warna senja didominasi oleh warna yang spektrum
pancarannya lemah, seperti merah jambu, kuning, ataupun merah. Meskipun demikian,
kondisinya sering dijumpai warna biru masih bertengger nyaman di singgasana
senja. Kemudian perlahan menghitam karena rotasi bumi mengharuskan matahari
berbagi sinar ke belahan bumi yang lain.
Saya
juga suka kepada senja, karena mereka menyajikan kemolekan dengan cara yang
tidak membeda-bedakan warna semula. Semuanya terkena sinar keemasan, kemudian
dengan anggunnya mereka menyajikan siluet. Hitam, bersanding dengan spektrum
warna yang lemah. Tidak ada yang dominan, keduanya indah. Siluet apa saja yang
ada di atas bumi. Inilah salah satu alasan saya bisa menyukai secara diam-diam.
Kadang
rasa bahagia saya meluap ketika menemui senja, karena kekhawatiran tidak bisa
menikamtinya dengan mata normal. Agak sedikit kesusahan ketika harus menikmati malam karena banyaknya kelebatan
lampu kendaraan. Itu saja ceritak saya tentang potongan senja kali ini. Mungkin
kamu punya cerita yang lebih menarik ataupun menambahi alasan-alasan yang sudah
saya ketik sedemikian panjang. Karena indah tidak harus dinikmati sendirian
bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar